Ir. Soekarno (Ejaan Republik: Sukarno; 6 Juni 1901 – 21 Juni 1970),[d] dikenal juga dengan sapaan Bung Karno, adalah seorang negarawan, orator, dan Presiden Indonesia pertama yang menjabat sejak tahun 1945 sampai 1967. Ia menjabat sebagai presiden setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama wakilnya, Mohammad Hatta.[7][8] Selain dikenal sebagai "Bapak Proklamator", Soekarno dikenal juga sebagai pencetus Pancasila, dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia.[8][9]
Soekarno adalah pemimpin perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajah Belanda. Ia adalah pemimpin terkemuka gerakan nasionalis Indonesia selama masa kolonial dan menghabiskan lebih dari satu dekade di tahanan Belanda hingga dibebaskan oleh penjajah Jepang dalam Perang Dunia II. Soekarno dan rekan-rekan nasionalisnya berkolaborasi dengan Jepang untuk mendapatkan dukungan bagi upaya perang Jepang dari penduduk, sebagai imbalan atas bantuan Jepang dalam menyebarkan ide-ide nasionalis. Setelah Jepang menyerah, Soekarno dan Mohammad Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dan Sukarno diangkat menjadi presiden. Ia memimpin perlawanan Indonesia terhadap upaya penjajahan kembali Belanda melalui cara diplomatik dan militer hingga pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949. Oleh karena itu, ia diberi gelar "Bapak Proklamasi."[10]
Setelah Era Demokrasi Liberal Indonesia atau demokrasi parlementer, Soekarno mendirikan sistem otokrasi yang disebut "Demokrasi Terpimpin" pada tahun 1959. Pada awal tahun 1960-an Soekarno memulai serangkaian kebijakan luar negeri yang agresif dengan tajuk anti-imperialisme dan secara pribadi memperjuangkan Gerakan Non-Blok. Perkembangan ini menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Barat dan hubungan yang lebih dekat dengan Uni Soviet. Setelah peristiwa seputar Gerakan 30 September tahun 1965, jenderal militer Soeharto mengambil alih kendali negara dalam penggulingan pemerintah yang dipimpin Soekarno oleh militer yang didukung Barat. Hal ini diikuti oleh penindasan terhadap kaum kiri yang nyata dan yang dianggap beraliran kiri, termasuk eksekusi terhadap anggota partai Komunis dan orang-orang yang diduga bersimpati pada beberapa pembantaian dengan dukungan dari CIA[11] dan SIS,[12] mengakibatkan sekitar 500.000 hingga lebih dari 1.000.000 kematian.[13][14][15][16] Pada tahun 1967, Soeharto resmi memangku jabatan presiden, menggantikan Soekarno, yang tetap berada dalam tahanan rumah hingga meninggal pada tahun 1970.